Instagram

Wednesday

Menelusuri Jejak-jejak Pahlawan Revolusi di Monumen Pancasila Sakti


Monumen Pancasila Sakti jatuh sebagai pilihan kedua dalam kunjungan museum yang saya dan teman-teman saya sepakati. Di kawasan monumen ini terdapat museum Pengkhianatan Komunis yang dibuka untuk umum setiap hari pada pukul 08.00 -16.00 WIB. Monumen yang berlokasi di Jalan Raya Pondok Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur ini, menggratiskan biaya masuk bagi pengunjung saat HUT TNI (5 Oktober) dan hari pahlawan (10 November).

Membutuhkan waktu lebih dari satu jam bagi saya dan teman-teman bertolak dari titik kumpul kami di Kalibata City menuju museum ini. Taksi online adalah moda transportasi yang kami pilih pada saat itu. Kami harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 40.000,- di pintu gerbang yang ditukar dengan 6 karcis masuk, 1 karcis parkir, 1 stiker dan 1 buku panduan.

Buku panduan, tiket dan stiker.

Setelah diturunkan di tempat parkir, kami harus berjalan beberapa meter menuju kawasan monumuen. Kami menghabiskan beberapa waktu di depan denah museum untuk tahu secara umum mengenai hal-hal yang dapat di-ekplor di museum ini. Secara umum museum ini terdiri dari 3 kelompok besar yaitu museum diorama pengkhianatan komunis, museum diorama paseban serta pameran taman dan monumen pancasila sakti.

Rute Kunjungan Museum.
Suasana di pintu masuk museum.

Kami memutuskan untuk menelusuri museum Pengkhianatan Komunis terlebih dahulu. Disini terdapat 34 diorama yang mengenai pengkhianatan-pengkhianatan yang pernah dilakukan oleh komunis selama 29 tahun dari tahun 1945 hingga tahun 1974. Diorama ini bisa saya katakan menggambarkan penyerangan demi penyerangan oleh komunis di berbagai wilayah Indonesia, perlawanan dan pertahanan dari Rakyat Indonesia dalam hal ini TRI/TNI, sampai dikeluarkannya surat perintah penumpasan komunis yang dikenal dengan "Supersemar" (surat perintah 11 Maret) pada tahun 1966, hingga akhirnya komunis berhasil ditumpas di berbagai wilayah NKRI.





Selanjutnya kami melanjutkan penelusuran untuk melihat diorama paseban. Diorama ini menampilkan rapat-rapat persiapan pemberontakan, latihan-latihan sukarelawan di Lubang Buaya, penyiksaan perwira angkatan darat pada G30S, pengaman Pangkalan Udara Utama (Lanuma) Halim Perdana Kusuma, pengangkatan jenazah perwira TNI AD yang beru ditemukan 2 hari setelah peristiwa penculikan, upacara pemberangkatan para pahlawan revolusi tersebut ke taman makam pahlawan Kalibata. Selain itu juga ditampilkan diorama proses penculikan masing-masing pahlawan revolusi tersebut. Ditambah dengan diorama tertembaknya Ajun Polisi Tingkat I K.S. Tubun yang bertugas di rumah Waperdam II DR Leimena, tepatnya di sebelah rumah Jendral A.H. Nasution. Dan juga diorama tertembaknya Irma Suryani Nasution, putri Jendral A.H. Nasution.








Kami bergegas menuju tempat penelusuran selanjutnya berupa ruang relik dimana terdapat panjangan foto close up, foto keluarga, pajangan pakaian berlumuran darah yang dikenakan pada saat penculikan dan penyiksaan serta benda-benda kesayangan dari para pahlawan revolusi. Saya tak kuasa berlama-lama di ruangan itu, mata saya langsung memanas menahan gejolak kesedihan yang serta merta datang. Menurut teman saya, bau amis darah masih tercium di ruangan itu. Sayangnya saya sedang terserang pilek sehingga tidak dapat mencium sendiri bau amis itu. Selanjutnya kami beralih ruangan sebelahnya yang berisi dokumentasi momen pengangkatan jenazah para pahlawan revolusi di Lubang Buaya pada 4 Oktober 1965 serta pemberangkatan dan pemakaman dari Markas Besar Angkatan Darat ke Taman Makam Pahlawan Kalibata. Seperti di raungan sebelumnya, saya juga enggan berlama-lama disini. Saya harus keluar sebelum isak itu pecah.



Kami selanjutnya menuju destinasi terakhir yaitu berupa pameran taman. Pameran taman ini berisikan pemeran rumah-rumah bersejarah yang terdiri dari rumah dapur umum, rumah pos komando dan rumah penyiksaan. Di rumah penyiksaan juga ditampilkan diorama yang menggambarkan proses penyiksaan para korban yang masih dalam keadaan hidup. Selain rumah juga terdapat pajangan mobil berupa truk dodge yang digunakan untuk menculik Brigjen TNI D.I. Panjaitan. Mobil dinas Letjen TNI Ahmad Yani dan Mayjen TNI Soeharto juga di pajang di museum taman ini. Selain itu juga terdapat mobil Panser Seraceen yang digunakan untuk membawa jenazah pahlawan revolusi dari Lubang Buaya ke Rumah Sakit Pusat TNI AD di Gatot Subroto, sebelum kemudian disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Selanjutnya kami menghabiskan waktu untuk istirahat sejenak di taman tempat sumur maut dan Monumen Pancasila sakti berada.


Truck Godge.

Dapur umum.

Diorama Penyiksaan.

Sumur maut.

Monumen Pancasila Sakti.

Saya bergegas mencari tempat duduk. Saya duduk termangu  bersama teman-teman saya. Berbagai pikiran muncul silih berganti. Antara percaya atau tidak percaya hal tersebut pernah terjadi di negeri ini. Saya kehabisan kata-kata. Saya teringat sebuah kata mutiara yang tertulis di dinding museum. Bunyinya seperti ini : “Ancaman terhadap ideologi Pancasila adalah masalah kelangsungan hidup bangsa dan negara. Museum ini adalah salah satu sarana untuk mengingatkan bangsa Indonesia, bahwa komunisme adalah bahaya laten yang harus terus diwaspadai.” Museum ini dapat menjadi salah satu alternatif wisata khususnya bagi warga Jakarta sekaligus sebagai sarana untuk mengetahui sejarah bangsa kita sendiri.

(DBY/2017)

1 comment: