Pandemi COVID-19 yang menjangkit seluruh belahan dunia sejak awal tahun 2020, juga menyerang Indonesia. Kasus pertama diumumkan oleh presiden Jokowi pada awal Maret 2020. Pandemi masih terus berlanjut hingga sekarang di penghujung tahun 2021, dan kita semua tidak tahu pasti kapan pandemi akan berakhir. Pandemi tentu saja sedikit banyak mengguncang hidup semua orang, termasuk membuat buat saya menunda, mengubah, atau bahkan menggagalkan rencana hidup yang sudah saya buat BC (before covid).
Sedikit flash back, saya baru saja menyelesaikan sekolah dipertengahan 2019, berniat untuk gap year untuk beristirahat barang sejenak dan berencana baru memulai kembali menata hidup dan mencari pekerjaan di pertengahan 2020. Pada awal gap year tersebut, saya menghabiskan waktu di kampung halaman berkumpul dengan keluarga yang sudah tidak saya kunjungi 2 kali lebaran. Setelahnya saya terlibat project penelitian singkat dalam waktu 3 bulan dengan profesor saya saat sarjana dulu. Lalu saya berjalan-jalan melihat negeri orang yang selama ini hanya selalu saya lihat lewat layar kaca saja. Setelah bertahun-tahun akhirnya saya bisa mengalami sendiri dan mengunjungi tempat-tempat yang saya lihat lewat drama. Setelahnya saya juga berkesempatan berkelana ke negeri yang sering dijuluki Mutiara dari Timur Laut.
Setelah inilah, dampak pandemi mulai saya rasakan. Berselang beberapa minggu saja, di pertengahan Februari 2020, saya seharusnya terlibat dalam projek sosial yang antar negara yang dari dulu sangat ingin saya ikuti di Taiwan selama 8 minggu. Tapi saya membatalkan diri untuk ikut, atau lebih tepatnya mama saya memaksa saya untuk mengundurkan diri karena beliau khawatir akan COVID-19 yang saat itu masih merupakan hal yang baru. Saya rugi biaya tiket PP dan juga biaya program. Saya hanya bisa menghela napas dan bilang "Ya udah, ikhlasin aja".
Selanjutnya Work From Home (WFH) dimulai seiring dengan kebijakan pemerintah yang terus berganti-ganti terkait dengan physical distancing seperti PSBB, PPKM dll. Kondisi saya saat itu menyewa sebuah kos-kosan satu kamar. Kegiatan sehari-hari: kerja di depan laptop, refreshing dengan Netflix, YouTube, Facebook, Instagram, dan TikTok. Oh iya, ditambah dengan baca dan nonton berita yang headline-nya serem-serem. Oh ada lagi, intensitas belanja online meningkat tajam. Long story short, it was suck for my physical and mental health and also my wallet. hehe
Jadilah bikin rencana buat kabur. FYI, di bulan September 2020, 3 orang teman yang saya kenal dengan baik tetap berangkat ke Eropa walaupun pandemi. Jadi saya kontaklah mereka, tanya-tanya disana gimana kehidupan di sana. So, I was convinced and made my own plan that I will share with you guys in this article :)
September - October 2020: Riset
Pencarian saya mengerucut pada 3 beasiswa yang diterima teman-teman saya ini: EMJMD, beasiswa dari kampus UK, dan stipendium hungaricum. Setelah kepoin masing-masing website beasiswa dan juga website kampus yang mungkin akan memberikan beasiswa, pilihan saya jatuh pada EMJMD.
Program-program yang ditawarkan EMJMD dapat dilihat selengkapnya pada tautan https://www.eacea.ec.europa.eu/scholarships/emjmd-catalogue_en
Saya meneliti masing-masing program yang kira-kira cocok dengan background pendidikan saya, pengalam kerja saya dan juga rencana-rencana saya kedepannya. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada 3 program berikut: European Public Health (https://www.europubhealth.org/), Public Health in Disaster/ PHID (https://publichealthdisasters.eu/), and NOHA Master (https://www.nohanet.org/masters).
Hal-hal yang saya perhatikan pada masing-masing program diantaranya: eligibility (syarat-syarat yang harus saya penuhi untuk bisa mendaftar), tanggal-tanggal penting (batas waktu aplikasi), kuota area/region pada program tersebut, pathway dan mobility (topik dan negara-negara mobilitas pada tiap semesternya), motivation letter, persyaratan bahasa inggris, surat rekomendasi, CV, surat keterangan kerja, ijasah, transkrip, dan isian-isian pertanyaan pada formulir pendafatran.
November - December 2021: Melengkapi Persyaratan
Buat saya, kelengkapan persyaratan yang membutuhkan bantuan orang lain saya dahulukan. Karena komunikasi dan tanggapan dari orang lain tersebut tidak bisa kita kendalikan dan membutuhkan waktu. Maka hal yang pertama saya urus seperti: meminta surat rekomendasi dari dosen dan juga atasan atau rekan tempat saya bekerja. Saya waktu itu punya 3 surat rekomendasi: 2 dari dosen, 1 dari atasan yang waktu itu membutuhkan waktu 1 minggu hingga 1 bulan untuk mendapatkannya (ada 1 dosen yang lama banget balesnya). Saya juga meminta surat keterangan kerja dari kantor tempat saya bekerja yang butuh waktu 1 minggu. Bersamaan dengan itu saya memperbaharui CV saya, membuat draft jawaban dari pertanyaan-pertanyaan pada formulir pendaftaran di masing-masing program yang saya akan daftar, dan juga membuat 3 motivation letter berbeda untuk masing-masing program.
December 2021 - January 2022: Submit Pendaftaran
Mendekati waktu submit, saya review dan revisi lagi draft aplikasi yang saya buat. Jika memungkinkan minta bantuan orang lain untuk mereview juga. Saya waktu itu nggak sempet. hehe Saat sudah yakin dengan aplikasinya, segera submit deh.
Waktu itu deadline masing-masing program yang saya ingat:
NOHA Master: Pertengahan December
Public Health in Disaster/ PHID: 31 December 2021
European Public Health: Pertengahan January 2022
Bukti Submit Aplikasi NOHA Master, December 2020
Bukti Submit Aplikasi PHID, December 2020
Bukti Submit Aplikasi EuroPub+, January 2021
January - Maret 2021: Penantian Panjang
Saat ini adalah masa-masa degdegan dimana saya bertanya-tanya, kira-kira dari 3 aplikasi yang saya submit, ada yang tembus nggak ya?
Maret - April 2021: Berita-berita
Kabar baik pertama datang di awal bulan Maret dari European Public Health program. Saya dinyatakan lulus dalam program tersebut. Kaget banget, girang, sambil loncat-loncat, dan tak lupa mengucap syukur. Pada program European Public Health ini, seleksi hanya berupa berkas saja ya teman-teman, tidak ada tahapan wawancara.
Surat cinta dari program European Public Health kalau saya lolos, Maret 2021
Pada pertengahab bulan Maret, ada berita duka dari program NOHA master yang mengabarkan bahwa saya belum bisa diterima dalam program mereka. Saya sudah gagal pada aplikasi berkas dan tidak ikut wawancara.
Surat putus dari program NOHA Master, bahkan sebelum semuanya dimulai, Maret 2021
Pada akhir bulan Maret, saya juga mendapatkan undangan wawancara dari program Public Health in Disaster (PHID). Wawancara dilaksanakan secara daring. Saat yang saat itu sedang berada di kampung halaman cucup was-was juga dengan listrik dan juga stabilitas jaringan. Namun, syukurlah semuanya berjalan dengan lancar. Hasilnya diumumkan 1 bulan kemudian, diakhir bulan April, yang menyatakan saya juga lolos menjadi salah satu kandidat program dengan beasiswa.
Namun dengan berat hati saya harus mengundurkan diri, karena saya memutuskan untuk memilih program lain.
Surat cinta dari program Public Health in Disaster (PHID) kalau saya lolos, April 2021
Program yang saya pilih adalah European Public Health dengan pilihan kampus The University of Sheffield di UK (Year 1) dan École des hautes études en santé publique (EHESP) di Paris (Year 2). Pada program saya ini mobilisasi hanya 1 kali setelah 1 tahun, berbeda dengan program-program EMJMD lainnya yang pindah-pindah universitas dan negari setiap semesternya.
Pada akhir bulan May 2021, saya mendapatkan Unconditional Offer dari The University of Sheffield dan diminta untuk melengkapi persyaratan administrasi secara online.
LoA dari program MPH in European Public Health, The University of Sheffield, May 2021
Selanjutnya berkenalan dengan teman-teman program European Public Health Cohort 2021 yang berasal dari berbagai negara yang juga menjalani kuliah Year 1 ini di beberapa negara juga yaitu The Univesity of Sheffield, UK (aku pilih ini); University of University College Dublin, di Ireland; University of Granada, di Spain; dan University of Liege, di Belgia. Sedangkan untuk Year 2 nanti pilihannya juga ada di beberapa negara yaitu EHESP di Rennes & Paris, France; Jagiellonian University, di Krakow, Poland; University of Granada, di Spain; University of Maastricht, di Maastricht, The Netherlands.
Saya juga berkenalan dengan teman-teman dari Indonesia yang menjadi awardee dari berbagai program Erasmus. Ternyata ada teman dari Indonesia yang satu program dengan saya di European Public Health namun dia Year 1 nya di UCD Dublin di Ireland. Tapi nanti kami akan ketemu saat Year 2 di Paris nanti.
Lalu mulailah saat-saat pre-departure briefing dari berbagai pihak diantaranya: Consortium Program European Public Health, Erasmus Indonesia, PPI UK, PPI Sheffield dan Indosoc The University of Sheffield, European Public Health Student and Alumni Association (EPHSA). Karena kondisi pandemi, semua pre-departure briefing ini dilaksanakan secara daring.
Untuk pengurusan Visa ke UK diperlukan CAS (Confirmation of Acceptance for Studies), saya telah mengurus dokumen ini dengan passport lama saya. Namun, ternyata saat memperbaharui passport, saya baru tahu kalau nomernya berbada, alhasil saya menunggu cukup lama untuk perubahan tersebut. Ibaratnya jadi ngurus 2 kali. Selain itu dibutuhkan surat keterangan bebas TB yang bisa didapatkan dari beberapa RS yang direkomendasikan. Saya waktu itu memilih di RS Premier Jatinegara. Dan ternyata biayanya lumayan mahal saudara-saudara: Rp 800ribuan. Selanjutnya pendaftaran Visa di webiste resmi permerintah di gov.uk. Biaya yang saya keluarkan saat itu adala sebesar $1000 untuk Imigration Health Surcharge dan $500 untuk biaya visa. Agar aplikasi bisa diproses lebih lanjut, kita harus mengunjungi VFS global yang menjadi partner pemerintah UK dalam pembuatan visa di Indonesia untuk memberikan sidik jari dan foto. Namun karena PPKM di Jakarta, kantornya tutup lebih dari 3 minggu selama bulan July. Jadi saya baru bisa bikin janji di akhir July dan visa saya jadi di pertengahan Agustus 2021.
Visa jadi, saatnya nyari tiket dong untuk keberangkatan awal September 2021. Namun timbul masalah lagi, karena kasus COVID-19 di Indonesia meroket, banyak negara-nagara yang tidak memperbolehkan pelaku perjalanan dari Indonesia untuk sekedar transit, apalagi untuk masuk ke negaranya. Jadi ekstra hati-hati dalam memilih maskapai, jangan sampau nanti sudah dekat waktu berangkat, tau-taunya penerbangan di cancel. Hal tersebut juga berkaitan dengan Hotel Karantina setibanya di UK. Pelaku perjalanan yang berasal dari negara red list, salah satunya Indonesia, harus karantina khusus di hotel yang ditentukan pemerintah selama 11 hari dengan biaya sekitar GBP 1750, yang kemudian naik menjadi GBP 2285 (Saya waktu itu kebagian bayar yang GBP 2285). Untungnya kampus saya ada program Support Fund untuk biaya yang berkaitan dengan COVID-19 jadi bisa di reimburse deh. Kalau dari program dan consortium sendiri tidak ada alokasi dana terkait ini.
September 2021: My UK Story
Alhamdulillah mendarat dengan selamat di London pada tanggal 5 September 2021, lalu menjalani karantina di hotel yang telah di booking sebelumnya. Hasil tes PCR hari ke 2 dan 8 juga negative dan dipersilahkan untuk melanjutkan perjalanan ke kota tujuan yaitu Sheffield pada 17 September 2021. Lalu kehidupan perkuliahan saya di The University of Sheffield dimulai deh.
Tanggal 20-24 September itu Intro-week dimana kita diperkenalkan dengan sistem perkuliahan di kampus. Diperkenalkan dosen-dosen dan staf administrasi fakultas yang dapat membantu saya selama perkuliahan. Diperkenalkan juga layanan-layanan gratis yang disediakan kampus untuk menunjang pembelajaran dan juga karir kita kedepannya. Lalu juga layanan kesehatan, kesehatan mental, security, inclusivity, equality antar perbedaan, dan masih banyak lagi. Perkuliahan untuk AUTUM Semester ini dimulai sejak 27 September 2021 hingga awal February 2022 nanti. Jadi perkuliahan aku semester ini ada di hari Rabu, Kamis, dan Jumat, sisanya libur? (maunya gitu sih, tapi reading dan tugas menumpuk). Atau senin selasa biasanya ikutan workshop yang diadakan kampus. Sabtu & Minggu itu baru untuk jalan-jalan. Kan motonya: Study Hard, Play Harder :)
Demikianlah curhatan perjalanan saya dalam memperoleh Beasiswa Erasmus Mundus Joint Master Degree (EMJMD) 2021 pada program European Public Health di UK dan nantinya di France tahun kedua.
Terima kasih, semoga bermanfaat!
Semangat berjuang buat yang masih berjuang!
Saya juga tengah berjuang untuk tujuan saya selanjutnya :)
Cheers,
Debs
No comments:
Post a Comment