Instagram

Wednesday

Mengenal Istano Basa Pagaruyuang Lebih Dekat

September 13, 2017 0 Comments
Istano Basa Pagaruyunag tampak dari depan.

Akhir Mei 2016 lalu, salah satu sahabat dekat saya semasa kuliah di ibu kota, Tya, berkesempatan untuk mengunjungi kampung halaman saya di Nagari Balimbiang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Dibutuhkan waktu lebih kurang 2-3 jam untuk berkendara dari Bandara Internationa Minangkabau (BIM) yang terletak di Kota Padang menuju rumah orang tua saya. Kami yang bertolak dari Jakarta baru benar-benar sampai di rumah lewat tengah malam.

Tya jauh-jauh terbang menyeberang pulau ke Sumatera dalam rangka menghadiri perhalatan pernikahan sahabat kami yang lain bernama Tari. Akad nikah akan dilangsungkan pada hari Minggu dan dilanjutkan dengan pesta keesokan harinya di kediaman Tari di Padang Panjang. Kami yang sampai di Batusangkar pada hari Jumat, tentu saja memiliki waktu luang seharian penuh pada hari Sabtu. Istano Basa Pagaruyung yang menjadi kebanggaan masyarakat Batusangkar, berada di tangga teratas rekomendasi saya pada Tya. Saya ingin memperkenalkan minangkabau padanya lewat istano. Dan Tya pun setuju.

Pagi-pagi sekali, setelah terlebih dahulu sarapan lontong khas kampuang saya, kami berangkat menuju Istano Basa Pagaruyuang menggunakan sepeda motor. Butuh waktu sekitar 30 menit berkendara dari rumah orang tua saya menuju Istano yang terletak di Nagari Pagaruyuang. Kami lantas memarkirkan sepeda motor kami mengikuti arahan tukang parkir yang berebutan menawarkan jasa parkirnya di sepanjang jalan di depan Istano. Berbekalkan karcis seharga Rp 7.000,- kami berhasil masuk.

Kami baru sampai di Istano Basa Paruyuang nih.

Istano Basa Pagaruyuang tampak megah berdiri kokoh di hadapan kami. Sebuah rangkiang yang konon pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan padi juga berdiri disebelah kiri melengkapi istano. Sementara itu di samping kanan istano terlihat 2 buah beduk yang terletak di hadapan mushola/masjid. Kami lalu berjalan menaiki beberapa tangga bergerak lebih dekat ke arah istano. Beberapa badut berkostum bak anak gadis dan anak bujang minang menawarkan kami untuk berfoto. Beberapa fotografer juga menawarkan hal yang sama. Kami menolak dengan gelengan di kepala dan terus melangkah maju menuju pintu masuk istano.

Petugas pun bersiaga menawarkan kami kantong plastik sebagai tempat sepatu kami karena pengunjung tidak dibenarkan untuk menggunakan alas kaki saat memasuki istano. Setelah meletakkan sepatu di tempat yang kami rasa aman, kami bergegas menaiki tangga memasuki istano. Kami disambut petugas lain di meja tamu dan diminta mengisi data diri. Tya tampak menanyai petugas mengenai beberapa hal umum tentang istano yang tentu saja dengan senang hati dijelaskan oleh patugas. Kamipun lantas memulai berkeliling setelahnya.

Kami berada di lantai 1 istano. Lantai ini merupakan ruangan yang paling luas dibandingkan lantai-lantai yang lain. Dibagian tengah ruangan baik sisi kiri maupun sisi kanan dari pintu masuk terdapat banyak lemari kaca yang memajang benda-benda bersejarah seperti keris, deta, carano, teko, cangkir dan lain-lain. Penjelasan mengenai benda tersebut dapat dibaca pada kertas kecil yang terdapat didekantnya. Benda-benda tersebut konon katanya dipakai oleh raja dan nenek moyang orang minangkabau kabau zaman dulu. Selain itu, kami juga dapat melihat pajangan pakaian adat. Disisi kanan ruangan terdapat beberapa patung laki-laki yang mengenakan pakaian adat berbeda. Saya menjelaskan pada Tya bahwa pakaian tersebut merupakan milik tungku tigo sajarangan di Minangkabau yang terdiri dari niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. Sementara di sisi kanan terdapat patung laki-laki dan perempuan yang mengenakan pakaian serasi satu sama lain. Saya pun menjelaskan lebih lanjut bahwa mereka tengah menggunakan pakaian pengantin tradisional minangkabau dimana mempelai pria memakai deta dan mepelai wanita memakai tengkuluk tanduk sebagai hiasan kepala mereka. Berbeda dengan pakaian pengantin modern dimana perempuan biasanya menggunakan suntiang sebagai hiasan kepala.

Pakaian pengantin tradisonal minangkabau.

Pakaian alim ulama dan cadiak pandai.

Terdapat perbedaan ketinggian pada lantai ruangan ini. Menaiki dua anak tangga di sisi kanan tersebut, kami menemukan banyak kamar-kamar yang membentang hingga sisi kiri yang konon di tempati oleh raja dan keluarganya. Di depan masing-masing kamar terdapat tikar yang terbuat dari rotan dengan dua buah tudung berpenutup diatasnya. Terdapat juga carano dan kendi. Tudung biasanya berisi makanan, kendi berisi air minum dan carano berisi sirih. Menurut petugas yang kami temui, salah satu fungsi kamar yang banyak adalah konon katanya istri raja yang sedang datang bulan akan tidur di kamar berbeda dengan raja.

Salah satu dari sekian banyak kamar-kamar.
Berpose menggunakan carano di lantai 1 istano.

Setiap kamar dihiasi oleh kain beludru berwarna mencolok dengan taburan payet-payet berwarna emas diatasnya. Menghasilkan kombinasi yang apik. Sangat manggambarkan kekhasan dari ranah minang. Dinding istano terbuat dari kayu yang berukirkan ukiran khas minangkabau seperti kaluak paku, itiak pulang patang, dan lain-lain. Hanya itu ingatan saya tentang pelajaran Budaya Alam Minangkabau (BAM) yang saya belajari saat sekolah dulu. Kayu berukiran itu diwarnai dengan kombinasi warna coklat untuk batang, hijau dan biru muda untuk daun, kuning untuk bunga dan hitam sebagai warna dasar kayu. Sedangkan pada bagian langit-langit istano terdapat gantungan lampu hias dan hiasan kain menjuntai yang senada dengan hiasan kamar. Dilantai ini terdapat 9 buah jendela besar yang dapat menjadi sumber cahaya dari luar atau bisa juga digunakan untuk melihat indahnya pemandangan di luar istano.

Menaiki tangga, kami pun menuju lantai 2. Lantai ini jauh lebih kecil ukurannya dari lantai pertama dan juga terlihat kosong. Pada sisi kanan ruangan terdapat kamar dengan hiasan kain yang kurang lebih sama dengan yang terdapat di lantai bawah. Di bagian kiri ruangan dari tangga masuk terdapat pajangan berupa lemari dan peti yang terbuat dari kayu berukiran. Selain itu juga terdapat pajangan berupa meja dan kursi tamu. Yang paling menarik menurut saya di lantai ini adalah dinding, langit-langit dan railing tangga yang penuh dengan ukiran yang jenisnya tak berbeda dari lantai bawah. Tapi kombinasi dari ukiran tersebut menciptakan suasan intens seolah-olah saya terperangkap pada kotak kecil. Dilantai ini terdapat 10 buah jendela besar yang dapat digunakan untuk melihat pemandangan di luar istano baik bagian depan ataupun bagian belakang dari tempat yang lebih tinggi.

Lantai 2 istano. (sumber : http://2.bp.blogspot.com)

Ukiran pada railing tangga dan langit-langit di lantai 2 istano.

Iseng banget foto di kaca biar keliatan kurus. hehe.

Saya dan Tya menuntaskan rasa penasaran kami untuk naik ke lantai yang lebih tinggi. Kami harus bergantian dengan pengunjung lain karena keterbatasan tempat. Tempat ini tak jauh berbeda dengan lantai 2, hanya saja ukurannya lebih kecil. Dinding dan langit-langit yang penuh ukiran juga kami temukan disini. Selain itu, terdapat pula hiasan kursi dan meja tamu serta peti berukiran. Cahaya dapat masuk melalui 2 buah jendela besar yang masing-masing menghadap bagian ke depan dan belakang istano.

Lantai 3 istano. (sumber : http://2.bp.blogspot.com/)

Berpose siluet di salah satu jendela di lantai 3 istano.

Turun kembali ke lantai 1, kami menuju bagian belakang istano. Terdapat sebuah bangunan terpisah tapi masih terdapat jalan penghubung menuju istano. Bangunan itu ternyata adalah dapur. Dapur tradisional yang masih menggunakan tungku lengkap dengan peralatan masaknya yang umumnya terbuat dari tanah liat berbagai ukuran dapat ditemukan disini. Peralatan dapur lain yang terbuat dari rotan juga menjadi pajangan disini seperti nyiru, bakul dengan berbagai ukuran, tudung saji dan lain-lain. Terdapat juga kendi, dandang, lampu minyak, dan tempat nira yang terbuat dari bambu.
Dapur dan segala jenis peralatan tradisional di dalamnya. (sumber : http://1.bp.blogspot.com/)

Di bagian basement istano terdapat penyewaan pakaian tradisional minang. Dengan harga yang relatif terjangkau, pengunjung dapat berpose berbalut pakaian adat minang. Pakaiannya terdiri berbagai warna dan ukuran, baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan, dari anak-anak hingga dewasa dapat ditemukan disini. Pengunjung dapat merasakan langsung menganakan pakaian pengantin modern minangkabau, dimana laki-laki akan terlihat gagah dengan hiasan saluak sedangkan perempuan menggunakan suntiang dengan berat yang cukup lumayan di kepala mereka.

Penyewakan pakaian adat di basement istano. (sumber : http://jelajahsumbar.com/)

Kami lantas menelurusi bagian belakang istano, terdapat kolam yang salah satu bagiannya terdapat pincuran air dari bambu. Konon katanya kolam ini merupakan tempat mandi putri raja. Tak jauh dari kolam ini terdapat beberapa bangunan kecil tanpa dinding yang konon katanya digunakan sebagai tempat bermusyawarah. Di belakang istano juga terdapat camp ground yang bisa digunakan untuk area berkemah bersama keluarga atau teman. Selain itu terdapat juga wisata baru yang akhir-akhir ini populer yaitu berupa janjang 1000. Pengunjung dapat menelusuri satu per satu anak tangga manaiki bukit untuk menikmati pemandangan istano dari ketinggian. Di ketinggian tertentu, terdapat beberapa view point yang dilengkapi dengan beberapa kursi permanen sebagai tempat duduk. Butuh perjuangan bagi saya dan Tya untuk mencapai view point, tapi keindahan yang kami dapatkan sebanding dengan keringat yang kami keluarkan.

Pemandangan dari salah satu view point.

Istano Basa Pagaruyuang selalu menjadi tempat wisata favorit warga Batusangkar. Meski telah beberapa kali terbakar dan kemudian dibangun ulang, istano sukses menghadirkan budaya khas minangkabau, baik dari segi bangunan maupun koleksi pajangan yang terdapat didalamnya. Pengelola istano terus berinovasi untuk menarik minat wisatawan salah satunya dengan dibangunnya janjang 1000 yang menjadi buah bibir di kalangan masayarakat. Oleh karena itu, Istano Basa Pagaruyung wajib menjadi tujuan kunjungan teman-teman yang sedang dan akan berwisata ke Sumatera Barat.


(DBY/2017)

Tuesday

Medali Pertama Saya di MAPALA UI Half Marathon 2017

September 12, 2017 0 Comments
Medali pertama saya di Mapala UI Half Marathon 2017.

Saya senang sekali ketika Mapala UI Half Marathon (MUIHM) kembali digelar untuk keempat kalinya di tahun 2017 ini. Jika ditahun pertama dan kedua MUIHM saya berpartisipasi sebagai panitia, selanjutnya ditahun ketiga saya bermukim di luar kota, maka ditahun keempat ini saya memastikan diri untuk berpartisipasi. Bukan lagi sebagai panitia, tapi sebagai pelari. Ya, saya bertekad untuk menantang diri saya yang bisa dibilang sudah jarang berolahraga untuk menaklukkan ego saya dan berlari.

I support Runforiver.

Sebelum lebih lanjut menceritakan pengalaman saya berlari di MUIHM 2017, saya ingin bercerita sedikit tentang apa sih MUIHM itu ? MUIHM adalah kampanye tahunan yang digelar oleh Mapala UI untuk meningkatkan kepedulian terhadap sungai ciliwung. MUIHM telah dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu pada tahun 2013, 2014 dan 2015. MUIHM tahun ini adalah yang keempat. Melalui MUIHM, Mapala UI memperkenalkan konsep river adoption dimana dengan berpartisipasi sebagai pelari, kita telah berbuat sesuatu untuk sungai ciliwung. Sebagai tindak lanjut dari MUIHM, telah dilakukan restorasi kawasan konservasi melalui K2N Tematik UI dengan menanam 1000 pohon di wilayah seluas 2 Hektar di Blok Babakan, Kampung Lemah Nendet, Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Bogor pada 2013 lalu.

Konsep river adoption. (sumber : instagram runforiver)

Dokumentasi K2N Tematik. (sumber : mapalaui.ac.id)

MUIHM 2017 ini mengusung empat kategori yaitu 21K, 10K, 10K Trail Run dan 5K. Menurut informasi yang saya himpun di website resmi MUIHM, semua jalur ini mencakup area-area yang terdapat di kampus UI. Mulai dari garis start dan finish berlokasi di Rotunda, tepat di depan rektorat UI. Berbeda sekali dengan MUIHM ditahun pertama dan kedua yang harus start dan finish di tempat berbeda yaitu start di Boulevard dan finish di Rotunda. Selanjutnya pelari harus melalui jalur protokol lingkar dalam hingga lingkar luar UI. Terdapat juga beberapa jalan kecil yang harus dilewati pelari seperti jalan di pintu air, jalan di Fakultas Vokasi dan jalan PNJ. Kategori 10K Trail Run adalah kategori baru yang muncul pada MUIHM tahun ini. Pelari kategori ini akan berlari menjelajahi hutan UI. Saya dan beberapa teman pun bersepakat untuk hanya mendaftar kategori yang paling pendek saja yaitu dengan jarak 5K. Tujuan kami hanya satu yaitu menjadi finisher dalam rentang waktu yang diberikan.

Kategori Runforiver 2017. (sumber : runforiver)

Pendaftaran saya lakukan secara online di website resmi MUIHM runforiver.riveradoption.com. Proses pendaftaran sangat mudah dimengerti dari awal hingga selesai. Pertama-tama, saya harus melengkapi data-data yang diperlukan kemudian selanjutnya saya diminta menentukan pilihan pembayaran yang saya kehendaki. Terdapat satu kolom pengisian kode potongan harga. Beberapa jenis potongan harga yang ditawarkan ketika saya mendaftar diantaranya potongan harga hari kemerdekaan, potongan harga pendaftaran kolektif 5 orang dan 10 orang. Setelah saya memasukkan kode potongan harga yang  saya miliki, keluar laman berupa petujuk pembayaran. Selanjutnya saya melakukan pembayaran dengan metode transfer ke rekening yang tertera pada petunjuk pembayaran. Terakhir, saya harus melakukan konfirmasi pembayaran di website yang sama dan sebuah notifikasi pun masuk ke email saya.

Pengambilan race pack dapat dilakukan dalam rentang waktu 3 hari sesuai dengan waktu dan tempat yang ditentukan oleh panitia. Saya dan teman saya bersepakat untuk mengambil race pack kami pada hari Sabtu, 2 September 2017 yang berlokasi di Anex Balairung, Universitas Indonesia. Race pack yang saya terima berupa tas karung hitam berisikan nomer dada 5318, kaos lari berbahan dry fit, gelang karet bertuliskan “I am a river adopter”, race guide, kupon diskon dan beberapa produk. Saya mengembalikan kartu parkir yang diberikan karena memang saya tidak akan membutuhkan parkir. Proses pengambilan race pack saya rasa cukup kondusif dan efektif. Saya tidak harus antri dan menunggu lama. Petugas yang melayani juga cukup tanggap.

Isi race pack yang saya terima.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saya dan dua orang teman saya bergegas menuju Rotunda UI selepas subuh. Sudah banyak sekali pelari yang mengenakan baju yang sama dengan kami berkumpul. Kami bergegas menuju “Bag Deposit” untuk menitipkan barang bawaan kami sebelum berkumpul menuju garis start. Terdengar pembukaan acara dari MC. Pelari dengan kategori 10K Trail Run memulai perlombaan terlebih dahulu. Kemudian disusul oleh pelari kategori 21K, 10K dan 5K secara berurutan dengan jarak masing-masing sekitar 10 menit. Pelari dari masing-masing kategori dapat diketahui melalui warna nomer dada yang dipakainya yaitu warna coklat untuk kategori 10K Trail Run, merah untuk 21K, kuning untuk 10K dan hijau untuk 5K. Saya dan teman-teman yang kebetulan bertemu berkesempatan mengabadikan momen menunggu kategori kami untuk memulai race.

Lokasi bag deposit.

Suasana di garis start.

Saya yang tergabung dalam kategori 5K memulai race paling akhir. Begitu bendera diangkat dan terompet dibunyikan, saya mulai berlari dengan menginjak timing system yang tepat berada di gate start diantara pelari yang lainnya. Saya berlari memasuki jalur antara balai sidang dan FKM menuju Boulevard. Selanjutnya berbelok ke kanan melewati FIK selanjutnya FMIPA. Saya berpapasan dengan beberapa pelari 10K dan 21K yang telah berhasil menyelesaikan 5K pertama mereka. Saya pun menguatkan diri untuk menyelesaikan bagian saya. Saya terus menelusuri jalur hingga tiba di pertigaan untuk selanjutnya berbelok ke kanan menuju pintu air. Meskipun jalur menuju pintu air ini berjarak pendek, tapi jalur ini lumayan melelahkan karena berupa tanjakan. Ditengah perjuangan berlari di tanjakan, plang bertuliskan 1 KM menerbitkan seulas senyum di bibir saya. Yay! Check point pertama. Selanjutnya saya berputar arah, lalu melewati halte pusgiwa sebelum berbelok ke kanan untuk mengelilingi stadion menuju gedung pusgiwa. Saya terus berlari mendekati FT, sebelum berbelok ke kiri menuju jalur utama UI. Saya bisa melihat plang bertuliskan 2KM di sisi kiri jalan. Yay! Check point kedua. Memasuki jalur utama UI saya diharuskan berbelok ke kiri menuju pintu Kukel. Di pintu Kukel ini terdapat seorang marshal yang dengan senang hati menunjukkan arah dan memberikan semangat kepada kami, para pelari. Saya tersenyum saja mendengarnya memberi pengertian kepada pelari di depan saya yang mengomel karena belum menemukan water station. Saya kemudian melewati marshal tersebut untuk kembali menuju jalan utama UI melalui jalur Fakultas Vokasi. Plang bertuliskan 3 KM pun terlihat. Yay! Check point ketiga. Tepat di halte bus Fakultas Vokasi terdapat water station yang menyediakan minuman. Pelari yang haus dapat sejenak memuaskan dahaganya sebelum kembali berlari. Saya memutuskan untuk tidak minum dan terus berlari hingga melewati Gymnasium sebelum berbelok ke kanan memasuki PNJ. Pada putaran PNJ terdapat timing system yang berguna untuk mengetahui waktu tempuh pelari. Saya lantas menginjaknya dan  kembali memutar menuju jalan utama UI. Plang bertuliskan 4 KM pun terlihat. Yay! Check point keempat. Semangat bergelora di dada saya memasuki kilometer terakhir. Saya berbelok ke kanan dan menelusuri jalan melewati lapangan hockey, FMIPA, FIK dan kembali tiba di Boulevard. Saya diharuskan berbelok ke kanan untuk memutari Boulevard. Disini terlihat plang bertuliskan 5 KM dan water station. Yay! Check point terakhir. Saya kembali lurus menuju balai sidang untuk finish di Rotunda. 

Sorak sorai beberapa teman menyertai saya melewati garis finish. Saya pun berteriak merayakan keberhasilan saya menjadi salah seorang finisher dengan catatan waktu sekitar 40 menit. Ya meskipun saya bisa saja lebih baik jika saya lebih ngotot, tapi saya merasa cukup puas. Pencapaian terbesar saya hari itu bukan saja medali pertama yang dikalungkan kepada saya, tapi komitmen saya untuk terus berlari tanpa berhenti. Meski terbilang lambat, tapi saya berlari dengan kecepatan konstan. Dan saya mempertahankan itu hingga akhir. Di jalur, saya melihat beberapa pelari yang berlari dengan kencang di awal-awal tapi kemudian saya malah menemukan pelari tersebut berjalan. Hal seperti ini yang saya hindari.
Medali pertama saya.

Refreshment berupa air mineral dan pisang lalu dibagikan kepada saya. Saya lalu bergabung dengan teman-teman saya yang lain merentangkan kaki sekaligus melepas lelah. Kamipun bertukar cerita tentang race yang baru saja kami selesaikan, terutama teman yang mengikuti kategori berbeda dengan saya. Setelah puas mengobrol, kami lalu mengabadikan momen berbagai pose dengan rektorat sebagai latar. Setelahnya, kami digiring panitia menuju area panggung utama.

Kami baru saja finish.

BKP 11 Runners and official.

Saya menemukan beberapa hal menarik di area depan panggunung utama yang tentu saja ramai sekali dikunjungi orang. Diantaranya stand berfoto yang bisa langsung jadi yang di sponsori oleh BNI. Akan tetapi, pengunjung diharuskan untuk mengisi biodata terlebih dahulu. Selanjutnya terdapat stand yang menyediakan layanan prin foto gratis dari instagram atau twitter dengan  hashtag #Runforiver2017. Lalu terdapat backdrop berukuran besar yang memang khusus ditujukan untuk berfoto ria. Selama menunggu para pelari memasuki garis finish atau batas waktu yang ditentukan habis, seorang DJ menemani pengunjung dengan musik-musik yang keren.

Back drop untu area berfoto ria.

Are depan panggung utama.

Saya dan teman-teman memutuskan menuju stand bazar untuk mencari sarapan. Cacing-cacing di perut kami sudah demo minta di kasih makan. Terdapat banyak pilihan menu makanan, cemilan dan minuman di area bazar tersebut. Saya akhirnya memilih satu dan sarapan bersama teman-teman saya. Selain makanan, saya juga melihat berbagai stand lain di area bazar diantaranya stand pakaian, stand assessoris, dan stand komunitas. Saya lalu memutuskan untuk pulang tanpa menunggu pengumuman pemenang terlebih dahulu. Teman saya buru-buru karena ada urusan dan dia harus mengambil beberapa barangnya di tempat saya.

Area bazar makanan.

Secara keseluruhan saya menikmati Runforiver 2017 baik dari segi race maupun non-race. Saya tidak bisa membandingkan dengan tahun sebelum-sebelumnya karena saya berdiri di kacamata yang berbeda, dulu sebagai panitia dan sekarang sebagai peserta. Mudah-mudahan Runforiver akan terus digelar di tahun-tahun mendatang. Dan tujuan baik Mapala UI untuk  meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sungai Ciliwung dan tentu saja menjadinya lebih baik dengan pendekatan river adoption dapat terus berjalan kedepannya. Dan tentu saja Runforiver dapat menjadi alternatif lari diantara rindangnya area UI bagi para runners dimana pun berada.

(DBY/2017)

Wednesday

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang, Wisata Kebanggaan Masyarakat Balimbiang

September 06, 2017 1 Comments
Rumah Tuo Kampai Nan Panjang.

Rumah Tuo Kampai Nan Panjang terletak di Jorong Balimbiang, Kenagarian Balimbiang, Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Sekitar 30 menit perjalanan dari pusat kota Batusangkar. Seperti rumah adat minangkabau pada umumnya, rumah tuo berbentuk rumah panggung yang terdiri dari 7 ruang dan 4 lanjar serta beratapkan ijuk dengan motif runcing menyerupai tanduk kerbau yang disebut gonjong. Tiang dan dinding rumah gadang terbuat dari kayu, sedangkan lantainya terbuat dari bambu.

Tuesday

Serunya Piknik di Kebun Raya Bogor

September 05, 2017 0 Comments


Piknik.

Kerinduan saya untuk berkumpul bersama teman-teman SMA, membuat saya dan dua orang teman mengajukan ide untuk berpiknik. Hal tersebut karena kami sudah sangat jarang berkumpul dibandingkan dengan zaman kuliah dulu. Meskipun kami tinggal satu atap, akan tetapi kami sudah jarang sekali bercengkrama. Interaksi kami hanya saling bersapaan di lorong ketika berpapasan untuk menjalani aktifitas masing-masing. Selain itu, piknik ini juga bentuk refreshing dari segala macam rutinitas yang kami jalani.

Friday

Hutan Pinus Gunung Pancar, Tempat Piknik Seru di Sentul

September 01, 2017 1 Comments
Piknik di Taman Wisata Alam Gunung Pancar



Setelah diskusi yang cukup alot, Gunung Pancar dipilih sebagai destinasi kami untuk menghabiskan sisa hari setelah lelah berarung jeram di sungai Kalibaru. Pertimbangan utama pilihan kami jatuh pada Gunung Pancar adalah karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari tempat pengarungan kami sebelumnya. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah tidak ada satupun dari kami ber-19 yang tahu jalan ke arah sana. Bermodalkan nekad dan GPS kami pun berangkat.

Belum sampai 500 meter berkendara, kami mendapat kabar bahwa mobil Jose mengalami pecah ban. Untung saja terdapat bengkel tambal ban yang dekat sehingga mobil dapat diperbaiki. 2 mobil lainnya menunggu mobil Jose diperbaiki hingga selesai selama lebih kurang 30 menit. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan kembali.

Mobil Jose tengah ditangani oleh ahli tambal ban.

Sepanjang perjalanan yang saya rasa lumayan memakan waktu, kami mengobrol berbagai hal yang kami lihat sepanjang jalan. Hari itu tampaknya warga baru merayakan tujuh belasan di daerah mereka. Lapangan-lapangan tampak semarak dihiasi oleh bendera merah putih, baliho, ataupun hiasan pemaanfaatan barang bekas berupa wadah air mineral gelas yang bagian dalamnya diwarnai dengan cat merah dan putih. Hiasan tersebut digantung mengelilingi lapangan.