Puncak Aua Sarumpun : Puncak Cantik di Atas Awan
Debs
October 19, 2017
0 Comments
Danau Singkarak adalah sebuah danau yang terletak di kampung halaman saya di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Danau dengan luas sekitar 107,8 km persegi ini merupakan danau terluas kedua di pulau Sumatera setelah danau Toba. Danau yang terkenal dengan Ikan bilih ini, dikelilingi oleh perbukitan hijau yang sangat indah. Keindahan itu membuat warga yang bermukim di sekitar danau mempopulerkan wisata bertajuk “Puncak Bukit”. Puncak-puncak yang menawarkan pemandangan danau Singkarak dari ketinggian tersebut, tersebar di sepanjang pinggiran danau. Salah satu yang paling terkenal adalah Puncak Aua Sarumpun.
Puncak Aua Sarumpun terletak di Nagari Tigo Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Berjarak sekitar 2 km dari rumah orang tua saya. Puncak ini dinamakan Aua Sarumpun karena konon dahulu terdapat terdapat serumpun bambu di sana. Liburan lebaran kemarin saya dan teman-teman kembali bersepakat untuk mengunjungi Puncak Aua Sarumpun. Kami sudah pernah mengunjungi puncak ini, dan kami ingin mengunjunginya lagi. Matahari terbit, pemandangan danau Singkarak dari ketinggian serta perbukitan di sekelilingnya adalah momen yang kami ingin nikmati. Maka diputuskan untuk maraton selepas subuh menuju Puncak Aua Sarumpun. Mungkin lebih tepat disebut jogging, tapi kami biasa menyebutnya maraton di kampung saya.
Pagi-pagi sekali sekitar pukul 06.00 WIB, teman-teman saya sudah berdiri di depan rumah menyerukan nama saya. Saya mempercepat bersiap-siap dan segera bergabung dengan mereka. Kami lalu berlari dengan kecepatan sedang menuju Puncak Aua Sarumpun. Suasana sudah sedikit terang saat kami tiba di Siturah, entry point menuju Puncak Aua Sarumpun. Kami lantas bergegas naik. Memasuki jarak 500 meter pertama, saya menemukan teman saya terduduk di jalur. Dia mengeluhkan pusing dan mual. Teman saya itu mengaku begadang dan hanya tidur kurang dari 3 jam. Kami memutuskan untuk turun saja sehingga perjalanan kala itu bisa dikatakan gagal. Sampai jumpa kembali tahun depan matahari terbit, pemandangan danau singkarak dan perbukitan disekelilingnya.
Beberapa tahun yang lalu, kami juga melakukan perjalanan serupa. Saya akan melanjutkan dengan menceritakan pengalaman perjalanan itu saja. Waktu perjalanannya persis sama, selepas subuh. Bedanya kami berhasil sampai di puncak. Saya tertinggal di belakang teman-teman saya yang tentu saja larinya lebih cepat di jalanan setapak yang terbuat dari beton. Masih terdapat rumah penduduk hingga lebih dari setengah perjalanan. Kami menyapa warga yang berpapasan di jalan atau kebetulan duduk di teras rumah mereka. Mereka membalas sapaan kami ramah. Kami lalu memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah warung untuk sekedar melepas lelah dan juga membeli tambahan persedian air minum untuk di bawa ke atas.
Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami melewati rumah terakhir, jalur berupa jalan setapak yang terbuat dari beton berganti dengan jalan setapak berbatu sebelum kemudian berganti lagi dengan jalan setapak tanah biasa. Pemandangan rumah penduduk berganti dengan perkebunan dan juga perbukitan seberang. Sang mentari tampak malu-malu mengintip dari balik awan. Cahaya keemasannya tak terasa mulai menghangatkan suhu udara. Saya berhenti sejenak untuk mengabadikan momen.
Kami lalu melanjutkan perjalanan lagi. Menurut teman saya, tujuan kami sudah dekat. Dan benar saja, tak sampai 10 menit perjalanan, kami tiba di Puncak Aua Sarumpun. Saya depat melihat rumpun bambu di sebalah kanan jalur dari arah saya datang. Rumpun tersebut ternyata tidak lagi berjumlah satu tapi dua. Jadi sudah tidak sesuai lagi dengan namanya. Namun apa mau dikata, nama tersebut sudah melekat. Layaknya gunung Pangrango yang memilik lembah Mandalawangi atau gunung Gede dengan Surya Kencana, Puncak Aua Sarumpun juga memiliki lembah sebagai tempat berkumpul. Dataran itu berukuran kira-kira sebesar lapangan bola. Pengunjung biasanya mengabadikan momen danau Singkarak dan perbukitan sekitarnya di sini. Saya dan teman-teman pun tak mau ketinggalan untuk mengabadikan momen. Saya tidak tahu dataran ini sudah ada namanya atau belum. Meskipun pengunjung lebih banyak berkumpul di dataran itu, summit attach menuju Puncak Aua Sarumpun yang sesungguhnya tak boleh ketinggalan untuk dilakukan.
Matahari yang tadi mulai muncul tertutup oleh awan sekarang. Pemandangan sekitar juga tertutup awan tipis. Akan tetapi justru itu keunikan yang saya temukan. Saya serasa berada di atas awan. Seulas senyum lebar tak henti terukir di bibir saya menyaksikan pemandangan di tempat ini. Di bagian depan, saya disuguhkan dengan pemandangan danau Singkarak dan perbukitan di sekitarnya. Sementara itu di arah sebaliknya, saya dapat menikmati pemandangan perbukitan hijau yang membuat saya berdecak kagum.
Puncak Aua Sarumpun ini sangat mudah dijangkau. Hanya berjarak sekitar 12 km dari pusat kota batusangkar ke arah Ombilin. Pengunjung bebas memilih tipe perjalanan yang diinginkan seperti berjalan kaki seperti kami, mengendarai sepeda motor atau bahkan mobil. Pengunjung dapat memarkirkan kendaraannya di lembah berkumpul yang sebelumnya saya ceritakan.
Ketika saya berkunjung beberapa tahun lalu, belum ada pengelolaan khusus terhadap tempat ini. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa pemuda sekitar lokasi telah mulai mengelola Puncak Aua Sarumpun ini. Pengunjung dikanakan tarif sebesar Rp. 5000,- / orang. Menurut saya, harga itu sebanding atau malah tak seberapa dibandingkan dengan pengalaman berwisata yang disuguhkan. Jadi, saya sangat merekomendasikan untuk menjadikan Puncak Aua Sarumpun sebagai salah satu pilihan wisata jika mengunjungi Batusangkar dan sekitarnya.
(DBY/2017)
![]() |
Puncak Aua Sarumpun menyuguhkan pemandangan danau Singkarak. In frame : Panji Rizki Ananda. |
Puncak Aua Sarumpun terletak di Nagari Tigo Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Berjarak sekitar 2 km dari rumah orang tua saya. Puncak ini dinamakan Aua Sarumpun karena konon dahulu terdapat terdapat serumpun bambu di sana. Liburan lebaran kemarin saya dan teman-teman kembali bersepakat untuk mengunjungi Puncak Aua Sarumpun. Kami sudah pernah mengunjungi puncak ini, dan kami ingin mengunjunginya lagi. Matahari terbit, pemandangan danau Singkarak dari ketinggian serta perbukitan di sekelilingnya adalah momen yang kami ingin nikmati. Maka diputuskan untuk maraton selepas subuh menuju Puncak Aua Sarumpun. Mungkin lebih tepat disebut jogging, tapi kami biasa menyebutnya maraton di kampung saya.
Pagi-pagi sekali sekitar pukul 06.00 WIB, teman-teman saya sudah berdiri di depan rumah menyerukan nama saya. Saya mempercepat bersiap-siap dan segera bergabung dengan mereka. Kami lalu berlari dengan kecepatan sedang menuju Puncak Aua Sarumpun. Suasana sudah sedikit terang saat kami tiba di Siturah, entry point menuju Puncak Aua Sarumpun. Kami lantas bergegas naik. Memasuki jarak 500 meter pertama, saya menemukan teman saya terduduk di jalur. Dia mengeluhkan pusing dan mual. Teman saya itu mengaku begadang dan hanya tidur kurang dari 3 jam. Kami memutuskan untuk turun saja sehingga perjalanan kala itu bisa dikatakan gagal. Sampai jumpa kembali tahun depan matahari terbit, pemandangan danau singkarak dan perbukitan disekelilingnya.
Beberapa tahun yang lalu, kami juga melakukan perjalanan serupa. Saya akan melanjutkan dengan menceritakan pengalaman perjalanan itu saja. Waktu perjalanannya persis sama, selepas subuh. Bedanya kami berhasil sampai di puncak. Saya tertinggal di belakang teman-teman saya yang tentu saja larinya lebih cepat di jalanan setapak yang terbuat dari beton. Masih terdapat rumah penduduk hingga lebih dari setengah perjalanan. Kami menyapa warga yang berpapasan di jalan atau kebetulan duduk di teras rumah mereka. Mereka membalas sapaan kami ramah. Kami lalu memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah warung untuk sekedar melepas lelah dan juga membeli tambahan persedian air minum untuk di bawa ke atas.
Kami lalu melanjutkan perjalanan menuju puncak. Kami melewati rumah terakhir, jalur berupa jalan setapak yang terbuat dari beton berganti dengan jalan setapak berbatu sebelum kemudian berganti lagi dengan jalan setapak tanah biasa. Pemandangan rumah penduduk berganti dengan perkebunan dan juga perbukitan seberang. Sang mentari tampak malu-malu mengintip dari balik awan. Cahaya keemasannya tak terasa mulai menghangatkan suhu udara. Saya berhenti sejenak untuk mengabadikan momen.
![]() |
Jalan setapak berbatu menuju puncak. |
![]() |
Matahari terbit dan rumah penduduk terakhir sebelum puncak. |
Kami lalu melanjutkan perjalanan lagi. Menurut teman saya, tujuan kami sudah dekat. Dan benar saja, tak sampai 10 menit perjalanan, kami tiba di Puncak Aua Sarumpun. Saya depat melihat rumpun bambu di sebalah kanan jalur dari arah saya datang. Rumpun tersebut ternyata tidak lagi berjumlah satu tapi dua. Jadi sudah tidak sesuai lagi dengan namanya. Namun apa mau dikata, nama tersebut sudah melekat. Layaknya gunung Pangrango yang memilik lembah Mandalawangi atau gunung Gede dengan Surya Kencana, Puncak Aua Sarumpun juga memiliki lembah sebagai tempat berkumpul. Dataran itu berukuran kira-kira sebesar lapangan bola. Pengunjung biasanya mengabadikan momen danau Singkarak dan perbukitan sekitarnya di sini. Saya dan teman-teman pun tak mau ketinggalan untuk mengabadikan momen. Saya tidak tahu dataran ini sudah ada namanya atau belum. Meskipun pengunjung lebih banyak berkumpul di dataran itu, summit attach menuju Puncak Aua Sarumpun yang sesungguhnya tak boleh ketinggalan untuk dilakukan.
![]() |
Puncak Aua Sarumpun.Ternyata bambunya tidak hanya satu tapi berjumlah 2 rumpun |
Matahari yang tadi mulai muncul tertutup oleh awan sekarang. Pemandangan sekitar juga tertutup awan tipis. Akan tetapi justru itu keunikan yang saya temukan. Saya serasa berada di atas awan. Seulas senyum lebar tak henti terukir di bibir saya menyaksikan pemandangan di tempat ini. Di bagian depan, saya disuguhkan dengan pemandangan danau Singkarak dan perbukitan di sekitarnya. Sementara itu di arah sebaliknya, saya dapat menikmati pemandangan perbukitan hijau yang membuat saya berdecak kagum.
![]() | |||||||||||
Pemandangan danau Singkarak dan perbukitan di sekitarnya yang tertutup awan tipis. |
![]() |
Pemandangan perbukitan hijau di sisi yang bersebarangan dengan danau Singkarak. In frame : Muhammad Andre Lutfi |
![]() |
Sisi lain perbukitan sekitar yang saya abadikan di jalur. |
Ketika saya berkunjung beberapa tahun lalu, belum ada pengelolaan khusus terhadap tempat ini. Namun beberapa sumber menyebutkan bahwa pemuda sekitar lokasi telah mulai mengelola Puncak Aua Sarumpun ini. Pengunjung dikanakan tarif sebesar Rp. 5000,- / orang. Menurut saya, harga itu sebanding atau malah tak seberapa dibandingkan dengan pengalaman berwisata yang disuguhkan. Jadi, saya sangat merekomendasikan untuk menjadikan Puncak Aua Sarumpun sebagai salah satu pilihan wisata jika mengunjungi Batusangkar dan sekitarnya.
(DBY/2017)