 |
Tour De Museum |
Akhir pekan, saya dan beberapa teman sering berkumpul bersama. Peringatan peristiwa G30S beberapa waktu lalu yang diperingati dengan menonton kembali filmnya, tengah ramai menjadi pembicaraan baik di media masa, media sosial maupun dari mulut ke mulut. Saya dan teman-teman menyayangkan kebisuan kami saat membicarakan topik tersebut karena memang kami minim informasi terkait peristiwa bersejarah tersebut. Maka kami pun bersepakat untuk meyambangi museum-museum yang menampilkan bukti nyata peristiwa-peristiwa bersejarah tersebut.
Museum Jendral Besar DR. A.H. Nasution yang berlokasi di Jalan Teuku Umar No. 40, Menteng, Jakarta Pusat menjadi pilihan museum pertama yang kami kunjungi. Museum dibuka untuk umum setiap Selasa hingga Minggu, mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 14.00 WIB. Tidak ada tarif khusus yang ditetapkan bagi pengunjung alias gratis. Museum ini diresmikan oleh Presiden SBY pada tanggal 3 Desember 2008.
Butuh waktu sekitar satu jam dari
basecamp kami di Kalibata menuju museum ini menggunakan taxi
online. Sesampainya di museum, patung Jendral Besar DR. A.H. Nasution yang berdiri gagah di halaman depan museum menyambut kami. Dua buah miniatur meriam mendampinginya di sisi kiri dan kanan. Tanpa membuang waktu, saya dan teman-teman bergegas masuk.
 |
Pak Jendral berdiri gagah menyambut pengunjung. |
 |
Dua buah meriam mendampingi pak Jendral. |
Memasuki pintu masuk rumah utama, kami kembali disambut oleh sang jendral melalui patung setangah badannya yang persis menghadap ke pintu. Kami lalu mengisi buku tamu pada sebuah meja tamu kecil yang berada di sisi kiri ruangan. Tidak ada biaya tertentu yang ditetapkan, tapi pengunjung dapat memberikan sumbangan sukarela yang bisa dimasukkan kedalam kotak sumbangan di sebelah meja tamu.
 |
Sisi kanan ruaang depan. Meja buku tamu dan kotak sumbangan sukarela yang berada di kiri pintu masuk. |
Museum ini awalnya adalah rumah tinggal Pak Nasution dan keluarganya. Rumah ini menjadi saksi peristiwa bersejarah termasuk peristiwa G30S yang nyaris merenggut jiwa Pak Nasution. Secara keseluruhan museum ini terdiri dari rumah utama, 1 buah pavilion di bagian kiri rumah utama, 1 buah bangunan seperti kantor pengelola di bagian kanan, 1 buah pos satpam yang terletak persis di depan pintu masuk, banyak kamar-kamar, dan 1 buah mushola yang terdapat di bagian belakang rumah utama.
Rumah utama terdiri dari ruang depan, ruang kerja, ruang tamu VIP, 2 buah kamar, ruang makan dan dapur. Selain berdekorasi seperti rumah pada umumnya, di sini juga digambarkan reka ulang peristiwa menorobos masuknya pasukan Tjakrabirawa pada dini hari di tahun 1965 silam dalam bentuk diorama sehingga pengunjung sedikit banyak dapat membayangkan kondisi pada saat itu.
Saya memulai penelusuran saya dari ruang depan. Ruangan depan ini berisikan 2 set kursi tamu. Di sebelah kiri, terdapat meja kayu kecil dengan 4 buah kursi one seater. Sementara itu, di sebelah kanan ruangan terdapat sebuah meja kayu yang lebih besar, sofa panjang dan 4 buah kursi one seater yang berwarna senada dengan sofa. Dua buah lemari kaca memajang koleksi berharga sang jendral masing-masing di kedua sisi ruangan. Dua buah guci besar berwarna biru tampak mencolok di sebelah sofa.
 |
Dekorasi yang terdapat di sisi kanan ruang depan. |
Saya lalu beralih ke ruang kerja pak Nasution yang berisikan diorama pak Nasution berpakaian dinas lengkap yang tengah duduk di meja kerja. Selain itu, terlihat beberapa pajangan piagam dan foto-foto yang memenuhi dinding. Yang paling mencolok sekaligus menarik dari ruangan ini adalah lemari tinggi yang hampir memakan separuh ruangan yang berisikan koleksi buku-buku pak Nasution.
 |
Ruang kerja Pak Nasution. |
 |
Lemari besar yang berisi koleksi buku Pak Nasution. |
Terdapat ruang tamu VIP yang berhadapan dengan ruang kerja. Seperangkat kursi tamu yang lebih ekslusif terdapat disini. Tak ketinggalan lemari pajang yang memajang beberapa koleksi. Bersebelahan dengan ruangan ini, terdapat ruangan yang memajang koleksi senjata yang dimiliki oleh Pak Nasution. Mulai dari senjata api baik laras pendek maupun laras panjang hingga pedang dan keris.
 |
Ruang tamu VIP. |
 |
Koleksi senjata api Pak Nasution. |
 |
Koleksi pedang dan keris Pak Nasution. |
Pengunjung tampak bergerombol di tengah ruangan mendengarkan kronologis peristiwa G30S dari salah seorang bapak pemandu museum. Saya lantas merapat untuk ikut mendengarkannya. Alkisah, pada dini hari 1 Oktober 1965, 13 orang pasukan Tjakrabirawa mencari Jendral A.H. Nasution. Mereka tidak tahu persis rumah dan wajah Pak Nasution. Penjaga rumah tetangga sempat menjadi sasaran juga malam itu, sebelum akhirnya mereka menuju rumah Pak Nasution. Penjaga bersenjata yang bertugas di bagian depan rumah berhasil dilumpuhkan. Pasukan Tjakrabirawa langsung menerobos masuk rumah melalui pintu utama yang kebetulan tidak dikunci. Ibu Nasution melongokkan kepala dari pintu kamar utama untuk memastikan keributan yang terjadi. Tindakan Ibu Nasution meyakinkan Pasukan Tjakrabirawa bahwa mereka telah berada di rumah yang benar sekaligus memberi tahu kamar Pak Nasution. Mereka berusaha mendobrak pintu kamar yang dikunci dari dalam. Bapak pemandu menunjuk diorama Pasukan Tjakrabirawa yang terdapat di lorong yang terlihat hendak memasuki kamar tidur.
 |
Pasukan Tjakrabirawa yang terdapat di lorong. |
Bapak pemandu mengajak kami untuk beranjak menuju kamar tidur utama. Kamar ini berdekorasi seperti kamar tidur pada umumnya yang terdiri dari tempat tidur, lemari, meja rias, kursi malas, hiasan foto dan lemari pajang. Di kamar ini terdapat diorama Pak Nasution yang memakai pakaian rumah lengkap dengan sarung. Bapak pemandu lalu melanjutkan ceritanya bahwa Pak Nasution berniat menemui Pasukan Tjakrabirawa untuk berunding. Namun Ibu Nasution melarang, karena Pasukan Tjakrabirawa bersenjata dan tak terlihat datang untuk berunding. Maka Ibu Nasution lantas meminta Pak Nasution untuk menyelamatkan diri dengan melompati pagar belakang. Ibu Nasution lantas meminta Ibu Mardiah, adik pak Nasution, untuk memegangi Irma, anak perempuan mereka. Ditengah kepanikan, Ibu Mardiah yang tengah menggendong Irma malah membukakan pintu kamar yang mengakibatkan Irma tertembak. Melihat tidak adanya Pak Nasution di dalam kamar, Pasukan Tjakrabirawa lantas menggeledah seluruh rumah. Hal ini dimanfaatkan oleh Ibu Mardiah untuk keluar dari pintu samping dan menyerahkan Irma yang bersimbah darah kepada Ibu Nasution. Melihat anaknya terluka, Pak Nasution yang tengah melompati pagar berniat kembali dan melihat kondisi Irma. Namun Ibu Nasution melarang dan meminta Pak Nasution untuk menyelamatkan dirinya dengan melompat ke hutan belakang. Lompatan yang tergesa-gesa Pak Nasution tidak mendarat dengan sempurna sehingga menyebabkan kakinya cidera. Kami lantas menuju ruangan di pintu samping dimana terdapat diorama yang menggambarkan Pak Nasution tengah melompati pagar sementara Ibu Nasution menggendong Irma yang bersimbah darah.
 |
Pasukan Tjakrabirawa berusaha mendobrak kamar utama. |
 |
Pak Nasution tengah memanjat pagar dan Ibu Nasution menggendong Irma yang bersimbah darah. |
Kami lalu menuju ke ruang makan dimana terdapat seperangkat meja dan kursi makan. Disini terdapat miniatur 5 orang Pasukan Tjakrabirawa yang menodongkan senjata kepada Ibu Nasution yang menggendong Irma yang bersimbah darah. Ibu Nasution berdiri di ruang telepon yang tak bersekat dengan ruang makan. Bapak pemandu lalu melanjutkan ceritanya. Dengan masih menggendong Irma, Ibu Nasution lalu kembali ke dalam rumah menuju ruang telepon yang terletak di sebelah ruang makan berniat untuk menelpon Kodam Jaya. Akan tetapi, Ibu Nasution malah berhadapan dengan Pasukan Tjakrabirawa. Mereka berteriak-teriak menanyakan keberadaan “Nasution”, tidak lagi menggunakan kata “pak” sebagai bentuk hormat. Ibu Nasution mengoreksi paggilan mereka kepada Pak Nasution sebelum memberitahu mereka bahwa Pak Nasution sedang tidak di tempat. Suara peluit terdengar dari arah luar rumah. Pasukan Tjakrabirawa yang berada di dalam rumah bergegas menuju sumber suara. Pasukan Tjakrabirawa yang lain telah menemukan dan menangkap seseorang mengaku bernama Nasution di pavilion yang berada tepat di sebalah kiri rumah. Orang yang diikat dan dibawa oleh Pasukan Tjakrabirawa itu adalah Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean.
 |
Ibu Nasution yang berhadapan dengan Pasukan Tjakrabirawa di ruang makan. |
Ibu Nasution lantas melarikan Irma ke rumah sakit. Irma hanya bertahan beberapa hari sebelum akhirnya menghembuskan napasnya yang terakhir. Bapak pemandu mengakhiri ceritanya. Saya lantas kembali berkeliling museum. Kamar Irma adalah tempat yang ingin saya kunjungi setelah mendengarkan kisah tadi. Berbagai perasaan berkecamuk di diri saya ketika memasuki kamar Irma. Kamar tidur itu terdiri atas satu buah tempat tidur kecil dan satu buah lemari yang memajang foto, pakaian dan benda-benda kesayangan Irma. Saya tereyuh melihat foto gadis kecil itu, terlebih ketika membaca tulisan pada foto Irma yang sedang duduk di pangkuan Pak Nasution. “Papa, apa salah adek?”
 |
Koleksi foto baju dan benda-benda kesayangan Irma di kamarnya. |
 |
Papa, apa salah adek ? |
Keluar dari ruangan itu, saya menuju ruangan telepon. Di sini dipajang koleksi piagam dan penghargaan yang diperoleh Pak Nasution. Terdapat juga lukisan cantik Pak Nasution dan Ibu Nasution. Saya lantas menuju dapur yang tepat berada di depan ruang telepon. Dapur itu berdekorasi seperti dapur pada umumnya. Akan tetapi tidak terdapat lagi peralatan memasak, hanya koleksi cangkir yang masih terlihat di lemari kaca. Saya mengakhiri penelusuran di rumah utama dan berjalan menuju pavilion.
 |
Koleksi penghargaan dan piagam Pak Nasution. |
 |
Lukisan Bapak dan Ibu Nasution |
Di area pavilion saya menemukan diorama yang menggambarkan penangkapan Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean yang sebelumnya diceritakan oleh Bapak pemandu. Di bagian belakang Pavilion, digambarkan beberapa peristiwa bersejarah lain dari Pak Nasution, seperti Peristiwa Bandung Lautan Api, Peristiwa Hijarah Siliwangi, dan sidang MPRS pada tahu 1966.
 |
Diorama penangkapan Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean. |
Dibagian belakang kawasan, terdapat sebuah mushola yang dapat digunakan pengunjung untuk sholat. Saya juga melihat banyak kamar-kamar yang diberi nomer saat menuju mushola. Terlihat juga mobil Jendral berbintang 5 yang turut menjadi koleksi museum di parkir yang berada di belakang rumah utama. Pada salah satu sisi kawasan, terdapat wall art yang menggambarkan penghargaan-penghargaan yang pernah di raih oleh Pak Nasution semasa hidupnya.
 |
Wall art yang memuat penghargaan yang pernah diraih oleh Pak Nasution |
 |
Mobil volvo bintang lima yang menjadi koleksi museum. |
Banyak sekali informasi, pengalaman dan pengetahuan baru yang saya dapatkan dengan berkunjung ke museum ini. Selain berwisata, saya dapat mempelajari mengenai peristiwa besar bersejarah yang pernah terjadi di bangsa ini. Museum ini dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata yang menarik jika berkunjung ke Jakarta.
(DBY/2017)
No comments:
Post a Comment