Instagram

Thursday

Rahasia Utama Menulis adalah Niat

Saya suka sekali membaca. Semua berawal ketika saya duduk di bangku sekolah menengah. Guru Bahasa Indonesia saya, Ibu Frida Meca, mewajibkan kami untuk membaca novel lalu membuat review mengenai novel tersebut. Ibu Fri, panggilan akrab kami kepada beliau, memperkenalkan saya pada Supernova : Ksatria dan Bintang Jatuh karya Dewi Lestari, Tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, dan The Secret. Saya juga pernah membuat review mengenai novel terjemahan berjudul The Wednesday Letter. Sejak saat itu saya menjadi gemar membaca novel hingga sekarang.

Tak terhitung karya penulis novel tanah air yang menumpuk di kardus di rumah saya. Tumpukan tersebut tentu saja membuat mama saya naik pitam dan geleng-geleng kepala. Menurutnya saya hanya buang-buang uang dengan membeli buku (maksudnya novel) sebanyak itu. Mama bilang lebih baik uang untuk membeli buku tersebut saya belikan untuk hal lain yang lebih bermanfaat. Tapi ya mau bagaimana ya ma, kalau sudah terlanjur suka susah dipisahkan.

Di suatu hari yang cerah, teman saya, Zella Nofitri, berceletuk. Menurutnya saya sudah memiliki kegemaran membaca. Itu sesuatu yang patut disyukuri. Akan tetapi seharusnya kegemaran tersebut diikuti oleh keinginan menulis. Saya terus memikirkan ucapan Zella tersebut. Hingga bertahun-tahun kemudian, keinginan untuk menulis itu mencul di dalam diri saya.

Saya menemukan alasan kuat yang memotivasi saya untuk menulis. Alasan pertama adalah untuk mengabadikan momen. Manusia memiliki daya ingat yang terbatas. Layaknya foto, tulisan juga merupakan salah satu media untuk mengabadikan momen. Hal tersebut saya alami sendiri ketika berkegiatan di alam bebas. Guna menuliskan cerita perjalanan, saya dan teman-teman seperjalanan saya diajarkan untuk menulis Log Book perjalanan. Dengan bantuan Log Book tersebut, saya menjadi terbantu mengingat detail kejadian selama perjalanan saya untuk dikembangkan lebih lanjut. Alasan selanjutnya saya temukan melalui sebuah quote. Saya lupa siapa penulis quote tersebut. Alasan yang terkandung dalam quote tersebut adalah untuk dikenang. Bunyi quote-nya seperti ini: “Writing is a way to be remembered. Even if the author is gone, their writing remain.

Saya menggunakan mbah google sebagai sarana pertama untuk menunjang keinginan menulis saya. Banyak sekali situs, blog dan ulasan-ulasan menarik yang saya temukan pengenai penulisan. Penemuan saya tersebut lumayan membantu saya sedikit banyak mengenal dunia penulisan khususnya penulisan fiksi. Terdapat juga beberapa rekomendasi judul buku yang menurut sumber tersebut sangat cocok dan sangat membantu untuk pemula. Mengantongi judul-judul tersebut, saya bergegas ke toko buku terdekat.

Saya kesulitan menemukan buku yang saya cari. Awalnya saya mencoba mencari sendiri karena malas bertanya. Beberapa waktu berkeliling, saya tak kunjung menemukan yang saya cari. Saya lalu memutuskan untuk meminta bantuan mesin pencari, sebuah perangkat komputer yang dapat digunakan untuk mengecek ketersedian buku dan posisi buku di toko tersebut. Akan tetapi, tidak ada pencarian yang muncul pada kata kunci yang saya tuliskan. Saya mengganti kata kunci beberapa kali dengan judul buku atau penulis yang terdapat pada catatan saya. Tapi hasilnya nihil. Sekalinya ada, stoknya sedang kosong. Saya akhirnya memutuskan bertanya kepada penjaga toko untuk memastikan. Mas-mas tersebut mengantarkan saya pada rak kategori buku kepenulisan. Judul yang terdapat di sana berbeda dengan judul pada list yang saya buat. Saya lantas membaca blurb yang terdapat di bagian belakang buku. Buku-buku tersebut tidak sesuai dengan keinginan saya. Saya memutuskan untuk tidak jadi membeli.

Dengan kepala ditekuk saya bergegas hendak meninggalkan toko buku tersebut. Akan tetapi, sebuah bazar yang digelar di lantai basement toko buku tersebut menarik perhatian saya. Saya lantas mampir terlebih dahulu untuk mengunjungi bazar. Berbagai jenis buku dipajang dan diobral dengan harga lebih murah. Saya pun menuju bagian novel. Banyak sekali novel best seller keluaran lama yang dijual dengan harga murah, hanya sekitar 30% dari harga jual awal buku tersebut. Sayangnya saya sudah membaca sekaligus memiliki buku-buku tersebut. Ditengah pencarian saya yang tak berujung karena saya tidak tahu apa yang saya cari, saya menemukan sebuah buku kepenulisan yang cukup menarik berjudul "(Jurnal) Menulis Cara Gue" yang ditulis Primadonna Angela. Kalau saya tidak salah ingat, penulis ini adalah penulis teenlit yang lumayan populer. Saya menyukai desain sampul dan juga tulisan yang terdapat pada blurb di bagian belakang buku. Bermodalkan sepuluh ribu rupiah saja, saya membawa pulang buku tersebut.



Cover buku (Journal) Menulis Cara Gue. (sumber : https://goo.gl/images/y4jJvU)

Saya senang sekali karena pencarian saya hari itu tidak sia-sia. Saya menemukan buku yang kelihatannya menarik. Sunyum sumringah tak henti terukir di bibir saya dalam perjalanan pulang. Sesampainya dirumah, saya tak sabar untuk membaca buku tersebut. Saya sobek dengan paksa plastik yang melindungi buku. Saya membuka halaman pertama, saya diharuskan mengisi nama dan alamat saya jika buku ini sewaktu-waktu hilang. Saya terus membalikkan halaman menuju halaman judul, lalu selanjutnya daftar isi, selanjunya satu lembar mengenai bagaimana caranya menulis dan selanjutnya kertas kosong. Saya terus membalikkan halaman, mungkin saja buku ini salah cetak. Tapi saya tak kunjung menemukan lembar bertulisan hingga empat halaman terakhir yang berisikan mengenai empat jurus memoles naskah, lima jurus memikat editor, bagaimana memilih penerbit yang tepat dan bagian tentang penulis. Selebihnya hanya kertas kosong yang bertuliskan kata-kata mutiara acak di setiap halamannya.

Saya kecewa. Benar-benar kecewa hingga saya melempar buku tersebut diatas meja secara sembarangan. Saya mengharapkan lebih. Tentang tips dan trik menulis mungkin, bagaimana menemukan ide, bagaimana menentukan kerangka cerita, membuat deskripsi cerita dan hal-hal lain yang menjadi dasar penulisan fiksi. Tapi saya tidak mendapatkan itu semua dibuku ini. Saya kembali meraih buku tersebut dari meja, membaca kembali blurb di bagian belakang buku. Bisa saja saya salah tangkap atau salah interpretasi. Kata kunci yang saya garis bawahi adalah bahwa buku ini adalah panduan. Akan tetapi saya merasa tidak terpandu sama sekali.

Satu hal yang saya dapat petik dari buku ini terkait kepenulisan adalah Rahasia Utama Menulis adalah Niat. Untuk tips yang lain berupa memoles naskah, memikat editor dan memilih penerbit belum bisa saya terapkan karena tulisannya juga belum jadi.

(DBY/2017)

No comments:

Post a Comment